Sabtu, 18 April 2020

Menelaah Proses Kreatif Menulis Cerpen

Menulis cerpen tidak langsung begitu saja, tetapi dengan persiapan yang lebih terarah serta tujuan yang jelas sebelum menulis. Proses menulis kreatif menulis cerpen terdiri dari Mulai dari bagaimana menggali ide, mengenal unsur-unsur fiksi, menjaring tema dan topik, mencari judul, menyusun plot, membuka dan menutup cerita, memilih diksi, dan menyunting. Proses kreatif menulis cerita pendek diawali dengan menemukan ide utama. Ide dapat diperoleh dari membaca majalah, koran, cerita orang lain, menonton telivisi, dan mendengarkan radio. Tahap selanjutnya adalah mengembangkan ide utama dengan cara memulai mengembangkan rangkaian cerita.

Setelah mengembangkan rangkaian cerita, selanjutnya menuliskan paragraf awal dengan melibatkan tokoh pada sebuah konflik supaya pembaca tidak bosan karena membaca paragraf yang bertele-tele, menulis sebuah cerita pendek sesuai dengan ide awal, dan membaca kembali cerita pendek yang ditulis untuk kemudian diperbaiki. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah menulis kreatif yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap inkubasi, (3) tahap inspirasi, (4) tahap penulisan, dan (5) merevisi atau menyunting.

Proses Kreatif Menulis Cerpen
Dalam menulis cerpen, ide merupakan masalah yang bersumber dari peristiwa ataupun benda. Masalah dalam cerpen dipecahkan dengan logika fantasi dan imajinasi. Cerpen mempunyai ruang yang luas untuk mengembangkan imajinasi dan fantasi dalam memecahkan persoalan sebagai sumber ide cerpen.

Agus Noor sebagai pengarang melakukan pencarian ide terhadap karyanya dengan memulainya dari masalah yang diangkat. Masalah sebagai sumber ide dalam menulis cerpen adalah ketertarikan pengarang pada fenomena atau benda yang membangkitkan rasa ingin menulis.

Kepekaan Agus Noor terhadap masalah sosial seperti kemiskinan yang membangun rasa empati dalam diri pengarang, dengan rasa prihatin, respek, kasihan, dan tanggung jawab yang digambarkan dalam cerpen "Perihal Orang Miskin yang Bahagia". Dari "Perihal Orang Miskin yang Bahagia" Agus Noor ingin membuka mata masyarakat tentang bagaimana nasib orang-orang yang terjerat dalam masalah kemiskinan.

Jika ide dan persoalan sudah didapat, selanjutnya adalah memikirkan jawaban atas persoalan itu. Tahapan ini disebut pengendapan atau pengolahan ide. Jika sudah mendapatkan ide dan merumuskan masalahnya, hal yang dilakukan berikutnya adalah memikirkan logika cerita dan jawabannya. Logika jawaban itu bisa diperoleh dengan pengetahuan dan imajinasi. Selain itu, logika juga bisa dibangun dengan dasar budaya, ilmu pengetahuan, dan sebagainya yang akan memperlihatkan kualitas sebuah cerpen. Oleh sebab itu, sebelum menulis cerpen, pengarang biasanya melakukan riset.

Agus Noor melakukan tahapan pengolahan idenya dengan cara melakukan pengendapan atau pengolahan ide dengan melakukan berbagai obsevasi dan riset. Dengan melakukan analisa dan pengumpulan informasi dari lingkungan sekitar untuk selanjutnya akan dituangkan dan ditafsirkan ke dalam sebuah kerangka cerita. Agus Noor juga melakukan pemikiran terhadap kelogisan jalan cerita dan jawaban dari permasalahan yang terdapat dalam cerpen. Selanjutnya mengembangkan kerangka cerita secara perlahan dengan penggunaan diksi yang tepat dan mampu memberi kesan kepada pembaca, hingga terbentuklah suatu cerpen yang berjudul "Perihal Orang Miskin yang Bahagia".

Jika ide dan permasalahannya sudah terpecahkan melalui pengendapan atau pengolahan ide yang menghasilkan logika jawaban atau alur peristiwa, tahap selanjutnya adalah menuliskannya perlahan hingga selesai.

Setelah membaca cerpen “Perihal Orang Miskin yang Bahagia” itu, dapat ditemukan kelogisan berpikir dalam memecahkan masalah yang dituangkan Agus Noor dalam cerpennya. Jika kita mengamati cerpen "Perihal Orang Miskin yang Bahagia" secara keseluruhan, kita dapat menemukan kelogisan dan analisis berpikir tingkat dari seorang Agus Noor. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dalam cerpen ini untuk segi pemecahan masalah terkesan masuk akal atau logis.

Menjadi miskin tidak cukup hanya dengan sekedar pakaian kumal, gubug reyot, perut yang senantiasa kelaparan. Tapi  dibutuhkan pula selembar keterangan atau identitas yang menyatakan bahwa ia benar-benar miskin, yang dikeluarkan oleh Kepala desa atau Kepala Kelurahan. Menulis tentang kemiskinan, tak perlu hanya menceritakan kenestapaan, kemalangan ataupun kesedihan semata. Menjadi miskin saja sudah bikin susah, mengapa mesti menuliskan kemiskinan dengan potret menyedihkan?


“Perihal Orang Miskin yang Bahagia” (Agus Noor)
“Aku sudah resmi jadi orang miskin” katanya, sambl memperlihatkan Kartu Tanda Miskin masih yang bersih, licin dan mengkilat karena delaminating. Orang miskin itu dikenal ulet. Ia mau bekerja serabutan apa saja, mulai dari tukang becak, kuli angkut, buruh bangunan. Ia pernah mendatangi dukun untuk mengubah garis buruk tangannya. Tapi dukun itu berkata bahwa orang miskin itu mempunyai bakat miskin. Ia pernah bercerita kepadaku, bahwasannya terkadang ia bosan hidup miskin.

Orang miskin itu pernah bekerja sebagai badut dengan kostum rombeng dan menyedihkan. Ia akrab sekali dengan lapar. Tiap kali lapar datang ia selalu mengajaknya untuk berkelakar sekedar melupakan penderitaan. Ia sering,menceritakan kisah-kisah orang miskin yang sukses kepadaku. Ia suka memanjakan diri menikmati kopi dari hasil anaknya yang mengemis.

Wajah orang miskin itu mengingatkanku pada wajah yang selalu muncul setiap kali aku berkaca. Ia suka menghiburku, seperti tipe periang, tapi aku kerap melihatnya menyembunyikan isak tangisnya. Wajah itu diliputi kesedihan. Bila lagi sedih orang miskin itu suka datang ke pegajian. Ia akan terkantuk-kantuk sepanjang ceramah tapi langsung semangat begitu makanan dibagi. Orang miskin itu pernah ditangkap polisi. Saat dikampung sering terjadi pencurian, ia sebagai warga miskin, dituduh melakukan pencurian. Akhirnya ia dipukuli dan diintrogasi.

Sekarang orang miskin itu memiliki kartu nama yang tertengger gagah bertuliskan jabatan : orang miskin. Ia telihat keren, ia sering keliling kampung sampil menenteng ponsel sambil bersiul . Saat tubuhnya digerogoti penyakit, dengan entengnya ia pergi ke rumah sakit dengan bermodalkan Kartu Tanda Miskin. Beruntung sekali orang miskin itu memiliki anak dan istri yang tabah.

Suatu sore, orang miskin itu mengajak anak dan istrinya berbelanja ke mal. Mereka memborong apa saja yang mereka inginkan. Saat di kasir, ia menyerahkan Kartu Tanda Miskin itu, tentu saja petugas keamanan langsung mengusirnya. Ia tenang saat anak-anaknya tidak bisa sekolah. Ia berfikir sekolah itu tidak dapat merubah nasib mereka. Saat mendengar itu, aku kembali memasukan amplop yang hendak kuberikan ke orang miskin itu.

Takdir selalu punya cara yang tak terduga, tanpa firasat apa-apa, orang miskin itu mendadak mati. Anaknya terbengong melihat jasad ayahnya, sedangkan istrinya sedari tadi menangis, bukan karena sedih tapi bingung mau membelikan kain kafan pake apa. Para pelayat sudah dongkol menunggu, “kapan hendak dikuburkan?” Tanya mereka. Karena merasa hanya bikin susah orang lain, orang miskin tadi memutuskan untuk kembali hidup. Sejak peristiwa itu, ia sering murung mungkin karena banyak orang yang mengolok-oloknya.

Nasib buruk terkadang memang kurang aja, suatu hari orang miskin itu berubah menjadi anjing. Anak-istrinya yang kelaparan segera menyembelihnya.